![]() |
Karet Rakyat |
BizRev-Sempat
menguat sebentar sekitar 2% namun harga karet kontrak pengiriman Oktober 2018 di Tokyo
Commodity Exchange (TOCOM) kemudian terkulai ke angka 1,81% ke JPY179,1/kg.
Harga karet gagal melanjutkan trendnya kemarin, setelah
penguatan harga minyak juga turut terhentidan terkoreksi cukup dalam. Khususnya
minyak jenis Brent bahkan amblas
hingga nyaris 3%, dipicu oleh kuatnya dolar Amerika Serikat (AS) dan kenaikan
cadangan minyak mentah negara adikuasa tersebut.
Sebelumnya harga minyak sempat menanjak cukup tinggi pasca
PM Israel Benjamin Netanyahu membeberkan bukti-bukti keseriusan Iran membangun
persenjataan nuklir mereka. Hal ini tentu yang membuat panas geopolitik Iran-AS.
Sentimen peningkatan harga karet sintetis yang tadinya
sempat membuat beberapa kalangan menggembirakan langsung pupus. Sebagaimana
sudah menjadi tabiat pasar, meningkatnya harga minyak selalunya diikuti dengan melambungnya
biaya produksi karet sintetis.
Berdasarkan catatan Asosiasi Karet Jepang cadangan karet mentah negeri sakura itu meningkat
1,5% per 10 Februari 2018 ke level 14.956 metrik ton, namun cadangan karet yang
dimonitor Shanghai Futures Exchange konon meningkat 0,1% ke level 434,550 ton minggu
lalu.
Walau karet sintentis tak bisa menggantikan karet alam,
atau sebaliknya namun kedua-duanya tetap dijadikan sebagai spekulasi harga.
Karena apabila harga karet sintetis bakal menguat, maka harga karet alam pun
diproyeksikan akan meningkat.
Selain itu dari faktor merosotnya minyak, pelemahan harga
karet hari ini juga dipicu spekulasi adanya peningkatan (musiman) produksi
karet dari Thailand. Kondisi ini juga berpotensi
menyebabkan meningkatnya pasokan karet global. Dimana Thailand, Indonesia, dan
Malaysia merupakan produsen utama karet dunia, yaitu memasok karet sekitar 7
juta ton setiap tahun.
Sedangkan harga minyak sawit mentah (Crude Palm Oil/CPO)
kontrak pengiriman Juli 2018 di bursa derivatif
Malaysia, ditutup melemah 0,84% ke MYR2.362/ton. Kondisi ini memperlihatkan
bahwa harga CPO telah melemah sejak 3 hari berturut-turut.
Harga CPO yang berada pada posisi tertekan karena India
adalah salah satu negara pengimpor CPO terbesar, menaikkan tarif impor dari 30%
menjadi 44%. Negeri Bollywood itu juga
menaikkan tarif impor produk minyak sawit dari semula 40% menjadi 54%.
Menurunnya permintaan pasar CPO terefleksikan pada data
ekspor CPO Malaysia yang anjlok ke level
5,7% month-to-month (MtM) sepanjang 1-30 April 2018 kemarin (berdasarkan data
survei dari AmSpec Agri). Padahal pada Maret 2018 lalu ekspor CPO tercatat
tumbuh lumayan, yaitu 21,6% MoM.
Hal lainnya juga stock minyak kelapa sawit Malaysia tercatat
masih melimpah yaitu 2,32 juta ton di bulan Maret 2018. Meskipun 6,45% dari
bulan sebelumnya. Angka tersebut masih di atas konsensus yang dihimpun oleh Reuters,
dimana stok minyak kelapa sawit waktu itu diprediksi anjlok hingga angka 8,6%
ke 2,27 juta ton.